Monday, December 3, 2007

CONTOH JENIS-JENIS RESIKO

1. Technologi Risk, al:
- Komponen file tidak lengkap
- Sistem operasi tidak kompatibel, device tidak dikenal
- Perangkat keras tidak mendukung (mis: resolusi monitor, resolusi printer)
- Spesifikasi tidak memenuhi
- Kualitas Network dibawah standar kebutuhan
- Browser, software tidak memenuhi

2. People Risk, al:
- Keluarnya programmer utama
- Skill/kemampuan tidak memenuhi
- Project manager tidak mampu membuat/melakukan koordinasi
- Tim yang terlibat tidak mematuhi job disk
- Tim tidak punya disiplin dan target(hanya berorientasi hasil, proses diabaikan)

3. Organizational Risk, al:
- Restruturisasi
- Pembuatan fungsi dan tugas
- Perpindahan penugasan/kebijakan
- Overload/kemampuan organisasi tidak sesuai kapasitasnya

4. Tools Risk, al:
- hasil pengembangan tidak bisa diintegrasikan
- Tools yang dikehendaki tidak dikuasai pengembang
- Versi pengembangan tidak memenuhi kebutuhan

5. Requirement Risk, al:
- Adanya pemahaman yang berbeda antar bagian yang terlibat
- Adanya batasan yang melebihi ruang lingkup
- Adanya informasi yang tidak lengkap
- Kurang detailnya proses bisnis
- Ketidakjelasan dari costumer tentang proses bisnisnya

6. Estimate Risk, al:
- Berkaitan dengan over budget, perlunya menghitung ulang akibat kesalahan estimasi
- Berkaitan denganketepatan waktu, perlunya menskedule ulang jadwal
- Berkaitan dengan Resource

MANAJEMEN RESIKO

Manajemen resiko merupakan suatu proses mengidentifikasi, mengukur resiko, serta membentuk strategi untuk mengelolanya melalui sumber daya yang tersedia. Strategi yang dapat digunakan antaralain mentransfer resiko pada pihak lain,mengindari resiko, mengurangi efek buruk dari resiko dan menerima sebagian maupun seluruh konsekuensi dari resiko tertentu. Didalam proses manajemen resiko perlu dilakukan :
1. Identifikasi Resiko
Proses ini meliputi identifikasi resiko yang mungkin terjadi dalam suatu aktivitas usaha. Identifikasi resiko secara akurat dan komplet sangatlah vital dalam manajemen resiko. Salah satu aspek penting dalam identifikasi resiko adalah mendaftar resiko yang mungkin terjadi sebanyak mungkin. Teknik teknik yang dapat digunakan dalam identifikasi resiko antara lain Brainstorming, Survei, Wawancara, Informasi historis, Kelompok kerja dll

2. Analisa Resiko
Setelah melakukan identifikasi resiko maka tahap berikutnya adalah pengukuran resiko dengan cara melihat potensial terjadinya seberapa besar severity kerusakan dan probabilitas terjadinya resiko tersebut. Penentuan probabilitas terjadinya suatu event sangatlah subyektif dan lebih berdasarkan nalar dan pengalaman. Beberapa resiko memang mudah untuk diukur namun sangatlah sulit untuk memastikan probabilitas suatu kejadian yang sangat jarang terjadi. Sehingga pada tahap ini sangatlah penting untuk menentukan dugaan yang terbaik agar nantinya kita dapat memprioritaskan dengan baik dalam implementasi perencanaan manajemen resiko

3. Pengelolaan resiko
Beberapa jenis cara mengelola resiko
· Risk avoidance
Yaitu memutuskan untuk tidak melakukan aktivitas yang mengandung resiko sama sekali. Dalam memutuskan untuk melakukannya maka harus dipertimbangkan potensial keuntungan dan potensial kerugian yang dihasilkan oleh suatu aktivitas
· Risk reduction
Risk reduction atau disebut juga risk mitigation yaitu merupakan metode yang mengurangi kemungkinan terjadinya suatu resiko ataupun mengurangi dampak kerusakan yang dihasilkan oleh suatu resiko
· Risk transfer
Yaitu memindahkan resiko kepada pihak lain, umumnya melalui suatu kontrak asuransi maupun hedging
· Risk deferral
Dampak suatu resiko tidak selalu konstan. Risk deferral meliputi menunda aspek suatu proyek hingga saat dimana probabilitas terjadinya resiko tersebut kecil
· Risk retention
Walaupun resiko tertentu dapat dihilangkan dengan cara mengurangi maupun mentransfernya namun beberapa resiko harus tetap diterima sebagai bagian penting dari aktivitas

Wednesday, October 31, 2007

COCOMO

Teknik ini termasuk teknik bottom-up. Teknik ini menghitung perkiraan biaya sistem sebagai jumlah dari perkiraan biaya semua modul dan susbsistem yang membangun sistem. Salah satu teknik ini yang terkenal adalah Constructive Cost Model (COCOMO) yang digambarkan oleh Boehm. COCOMO menggunakan formula PM (benprogrammer-months) dan TDEV (develop-ment time). COCOMO merupakan sekumpulan model yang dapat digunakan dengan berbagai aplikasi, termasuk aplikasi selain sistem informasi. Sistem dapat diklasifikasikan, dalam istilah Boehm, sebagai organic, semi-detached, atau embedded. Sedangkan COCOMO II didesain untuk mengakomodasi kebutuhan estimasi pada tahap yang berbeda dalam system life cycle, tahap Application composition, tahap Early design, dan tahap Post.

Metrik Software

Ukuran merupakan factor utama untuk menentukan biaya, penjadwalan, dan usaha. Kegagalan dari perkiraan ukuran yang tepat akan mengakibatkan penggunaan biaya yang berlebih atau keterlambatan penyelesaian proyek. Estimasi ukuran software merupakan suatu aktifitas yang komplek dan sukar berdasarkan pada beberapa alas an seperti kemampuan programmer, factor lingkungan dan sebagainya. Tetapi karena tindakan ini harus dilakukan dan untuk mendapatkannya dengan mengukur ukuran proyek menggunakan ukuran seperti jumlah baris program (Source lines of code/SLOC) dan Function Points.

Ukuran jumlah baris program (SLOC)
SLOC merupakan ukuran yang kurang akurat dan dipandang sebagai sebuah ukuran untuk mengestimasi biaya dan waktu. Sebagian hasil penelitian menyatakan metode ini kurang akurat dan merupakan metodologi yang belum diterima secara luas, tetapi metrik dengan orientasi ukuran ini merupakan kunci pengukuran dan banyak estimasi software yang menggunakan model ini. SLOC pengukurannya didasarkan pada bahasa pemrograman tertentu. Ukuran lain untuk mengukur besaran software adalah ukuran yang berorientasi fungsi dan ukuran yang berorientasi object. Metode ini merupakan metode yang lebih konsisten dan diterima secara luas.

Metrik yang berorientasi fungsi (Function Point)
Pendekatan yang berorientasi fungsi mengukur fungsionalitas aplikasi untuk mengestimasi ukuran software dan selanjutnya digunakan untuk estimasi biaya dan usaha yangdiperlukan untuk mengembangkan system. Pendekatan ini diusulkan oleh Albrecht yang disebut sebagai metrik Function Points. Metrik ini diperoleh dari keterhubungan dasar antara domain informasi software dan kompleksitas software. Function Points biasanya digunakan dalam mengukur system informasi manajemen (SIM).

Monday, September 17, 2007

PERT Chart EXPERT

PERT Chart EXPERT adalah sebuah software apliasi manajemen proyek berbasis windows yang digunakan untuk membuat dan menampilkan project menggunakan PERT chart.

PERT Chart EXPERT dapat digunakan untuk perencanaan proyek. Sebagai tool perencanaan, PERT Chart EXPERT dapat melakukan sketch sebuah rencana proyek dengan melakukan clicking dan dragging untuk membuat tasks dan keterkaitan antar tasks. Dan kelengkapan atas sebuah rencana dapat dipenuhi, karena PERT Chart melalui tasknya dilengkapi dengan detail durasi, waktu, cost, pekerjaan, dll. Dalam aplikasi ini, kita juga dapat melakukan penambahan/penghapusan/mengorganize rencana proyek.

PERT Chart EXPERT terintegrasi dengan Microsoft Project untuk saling melakukan tukar data antara dua program tersebut. PERT charts dibuat terlebih dahulu pada PERT Chart EXPERT baru kemudian ditransfer ke Microsoft Project, dan secara otomatis seluruh task dan resource informasi dapat ditransfer dan diatur dalam Microsoft Project.

Planning/perencanaan

Aktivitas pertama dan utama dalam organisasi adalah perencanaan. Organisasi tidak akan menjalankan aktivitasnya tanpa adanya perencanaan. Dengan adanya perencanaan, maka ada pedoman yang menjadi dasar dalam setiap langkahnya.
Perencanaan merupakan suatu proses penentuan segala sesuatu di masa sekarang untuk aktivitas yang dilakukan dimasa yang akan datang. Beberapa bentuk rencana yang biasa dilakukan oleh organisasi, yaitu:
a. Program
Program merupakan tahap-tahap dalam penyelesaian pekerjaan yang dilakukan secara berurutan.Misalnya program kerja organisasi. Dalam program kerja ada aktivitas yang sudah direncanakan sesuai dengan waktunya.
b. Standar
Standar merupakan norma yang telah ditetapkan sebagai alat ukur terhadap hasil yang dicapai, misalnya standar produksi.
c. Anggaran
Anggaran adalah suatu rencana tentang penggunaan dan pemanfaatan sumber daya yang tersedia.
d. Acara
Acara merupakan kebijaksanaan dan prosedur rumit yang biasanya diperkuat oleh anggaran modal dan anggaran pengusahaan yang diperlukan serta dirancang untuk melaksanakan sesuatu cara bertindak.
e. Siasat
Siasat adalah rencana yang disusun sebagai taktik melawan rencana pesaing. Dalam menjalankan aktivitasnya, organisasi selalu berusaha menemukan siasat-siasat baru untuk mengantisipasi pesaing.
f. Metode
Metode adalah cara tertentu untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Organisasi selalu berusaha menemukan metode kerja yang paling efisien, sehingga ada perbandingan terbaik antara usaha dan hasil.
g. Kebijakan
Kebijakan merupakan pernyataan umum yang menuntun, menyalurkan pemikiran pengambilan keputusan para petugas bawahan di pelbagai bagian dalam suatu lembaga. Namun perlu diingat bahwa setiap kebijakan biasanya melanggar aturan yang sudah ditentukan. Hal ini diterapkan hanya dalam situasi dan kondisi tertentu.
h. Prosedur
Pemilihan cara bertindak dan berlaku untuk kegiatan tertentu di waktu yang akan datang disebut dengan prosedur.
i. Peraturan
Peraturan adalah keharusan mengambil tindakan yang khusus dan definitive atau tetap berkenaan dengan situasi.


Dalam kegiatan perencanaan perlu mengacu pada criteria perencanaan yang dikenal dengan 5W + 2 H,yaitu:
a. What/Apa.
Dalam setiap rencana tentunya kita mengetahui apa yang akan direncanakan, misalnya rencana berwirausaha di bidang jasa warung internet.
b. Why/Mengapa
Disini dikemukakan alas an-alasan membuat rencana tersebut,misalnya membuka warung internet dengan alas an masyarakat sekarang butuh informasi yang serba cepat supaya tidak ketinggalan jaman.
c. Who/Siapa
Rencana yang sudah dibuat tentunya harus ada yang menjalankan atau melaksanakan. Siapa saja orang-orang yang dipercaya untuk menjalankan rencana tersebut.
d. When/Kapan
Perlu ada time schedule yang baik dalam menjalankan rencana, baik memulai maupun mengakhiri kegiatan.
e. Where/Dimana
Rencana yang sudah ditetapkan tentunya perlu tempat yang strategis dan kondusif dalam menjalankannya.
f. How many/Bagaimana
Perlu adanya strategi maupun prosedur untuk menjalankan rencana yang sudah ditetapkan.
g. How much/Berapa
Dalam pelaksanaan rencana perlu adanya anggaran yang disiapkan, berapa yang dibutuhkan untuk menjalankan aktivitas tersebut, mulai anggarn persiapan, pelaksnaan maupun penyelesaian.

MANAJEMEN

Istilah manajemen dalam bahasa Latin “Managiare” yaitu ‘Manus’ berarti tangan dan agree yang berarti melaksanakan. Sedangkan dalam bahasa Inggris “to manage” yang berarti mengurus/ membimbing/mengawasi.
Menurut T. Hani Handoko, manajemen didefinisikan sebagai bekerja dengan orang-orang untuk menentukan, menginterpretasikan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan (Planning), pengorganisasian (Organizing), Penyususnan personalia atau kepegawaian (Staffing), pengarahan dan kepemimpinan (Leading) dan pengawasan (Controlling).
Menurut The Liang Gie, manajemen adalah suatu proses kegiatan untuk menggerakkan dan mengendalikan suatu usaha kerjasama dengan memanfaatkan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan manajemen adalah
1. Mencapai keteraturan, kelancaran dan kesinambungan usaha.
2. Mencapai efisiensi (kategori Sumber daya manusia, Suasana dan lingkungan organisasi, Alat perlengkapan kerja, Sistem atau prosedur kerja

Adapun sasaran dari manajemen adalah:
1. Human Resources.
Dalam setiap aktivitas manajemen yang dilakukan seharusnya selalu memperhatikan tentang potensi-potensi yang ada pada sumber daya manusia. Hal ini disebabkan sumber daya manusia merupakan faktor yang paling penting dalam kegiatan manajemen. Tanpa adanya pengelolaan sumber daya manusia yang baik, maka dapat dipastikan kegiatan manajemen tidak dapat berjalan dengan maksimal. Sasaran terhadap sumber daya manusia, bentuk kegiatanya dapat berupa memimpin, memotivasi dan mengarahkan orang-orang agar aktivitasnya mengarah pada tujuan yang akan dicapai.
2. Non Human Resources.
Sasaran manajemen yang kedua adalah non human resources atau segala bentuk fasilitas yang ada untuk menunjang pencapaian tujuan manajemen. Bentuk kegiatan non human resources adalah mengadakan dan memelihara serta mengendalilan segala fasilitas yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan misalnya, tempat, alat, metode kerja dan sebagainya.

Fungsi Manajemen
Fungsi manajemen merupakan aktivitas manajer dalam menjalankan tugas sebagai pejabat manajemen (atas, menengah, bawah) terlepas dari organisasi besar/kecil. Pendapat tentang fungsi-fungsi manajemen menurut para ahli antara lain:

G.R. Terry mengemukakan bahwa fungsi manajemen dibagi dalam 4 fungsi manajemen yaitu Planning, Organizing, Actuating, Controlling
Menurut Henry Fayol, fungsi manajemen terdiri dari Planning, Organizing, Commanding, Coordinating , Controlling
S.P. Siagian mengemukakan bahwa fungsi manajemen terdiri dari 5 komponen, yaitu Plannning, Organizing, Motivating, Controlling, Evaluating
Menurut The ling Gie, Fungsi manajemen terdiri dari Perencanaan, Pembuatan keputusan, Pengarahan, Pengorganisasian, Pengontrolan, Penyempurnaan

Saturday, September 8, 2007

MANAJEMEN PROYEK

(disadur dari MANAJEMEN PROYEK-FREQUENTLY ASKED QUESTIONS; badan sertifikasi Ikatan Ahli Manajemen Proyek Indonesia)

Apakah yang dimaksud dengan Proyek itu?
Setiap proyek harus memiliki start dan finish yang jelas, sekumpulan aktivitas yang berurutan diantara dua kejadian itu, berikut adanya suatu sasaran tertentu. Suatu proyek adalah suatu usaha sementara yang dilaksanakan untuk menghasilkan suatu produk atau jasa yang unik, dimana setiap proyek memiliki tanggal mulai dan selesai yang tertentu. Unik diartikan bahwa produk atau jasa yang dihasilkan adalah berbeda dari produk atau jasa sejenis lainnya. Tidak ada dua proyek yang 100% sama, contoh dari proyek adalah: mengarang dan menerbitkan buku, mempromosikan produk dalam suatu tur ke daerah selama periode 2 minggu, membuka suatu kantor cabang yang baru, mengembangkan suatu produk atau jasa baru, merencanakan suatu sistem komunikasi yang baru, restukturisasi dari organisasi, membangun suatu bangunan gedung atau fasilitas lainnya, menyelenggarakan pesta perkawinan, ulang tahun, dsbnya. Dari contoh ini tampak bahwa proyek tidak selalu harus diasosiasikan dengan dunia konstruksi melainkan juga dengan dunia non-konstruksi. Yang membedakan antara kedua jenis proyek hanyalah produk akhirnya, nyata (tangible) dan tidak nyata (intangible) saja.

Apakah perbedaan antara Proyek dan 'pekerjaan yang lain'?
Bilamana dibandingkan dengan definisi dari proyek, maka semua 'pekerjaan yang lain' dianggap sebagai suatu rutinitas belaka. Suatu pekerjaan rutin biasanya berlangsung secara kontinu, berulang-ulang dan berorientasi ke proses. Sebagai suatu proses yang terus menerus, pekerjaan yang rutin tidak dianggap suatu proyek. Sebagai contoh : perakitan mobil-mobil Kijang pada 'assembly line' bukan proyek, namun membuat protipe mobil Kijang yang pertama merupakan suatu proyek. Demikian pula pembangunan pabrik / fasilitas perakitan mobil-mobil Kijang itu juga merupakan proyek.

Apakah Manajemen Proyek itu ?
Manajemen proyek adalah penerapan dari pengetahuan, ketrampilan, 'tools and techniques' pada aktivitas-aktivitas proyek supaya persyaratan dan kebutuhan dari proyek terpenuhi. Proses-proses dari manajemen proyek dapat dikelompokkan dalam lima kelompok yaitu : 'initiating process, planning process, executing process, controlling process dan closing process'.

Pengetahuan apa yang harus dikuasai seorang Manajer Proyek ?
Seorang Manajer Proyek haruslah menguasai pengetahuan dan praktek lapangan dari kesembilan bidang keahlian, 'knowledge areas', sebagai berikut :
- Project Scope (Lingkup Pekerjaan) Management,- Project Time (Waktu) Management,- Project Cost (Biaya) Management,- Project Quality (Kualitas) Management,- Project Human Resource (Sumber Daya Manusia) Management,- Project Risk (Resiko) Management,- Project Communications (Komunikasi) Management,- Project Procurement (Pengadaan) Management,- Project Integration (Integrasi) Management.

Apakah yang dimaksud dengan 'life cycle' suatu proyek ?
Sejak dari awal dimulainya sampai dengan diakhirinya suatu proyek terdapat berbagai fase yang harus dilalui. Masing-masing fase mempunyai ciri-ciri yang berbeda, memerlukan waktu untuk melaksanakannya dan membutuhkan sumber daya yang berbeda pula.
Pada umumnya terdapat empat fase proyek yaitu : merumuskan masalah, mencari solusi terhadap masalah itu, melaksanakan solusi itu dan memonitor hasilnya yaitu apakah solusi tersebut menyelesaikan masalah tersebut.

Thursday, September 6, 2007

SISTEM ESTIMASI BIAYA DAN USAHA PROYEK PENGEMBANGAN SOFTWARE SISTEM INFORMASI BISNIS

Disadur dari naskah tulisan Suharjito(Staff PTA, TAB, BPPT -Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2006 )

Berlatar belakang dari kesulitan tersendiri dalam estimasi biaya dan usaha proyek dalam proyek software karena karakteristik software yang membedakandengan proyek fisik maka penelitian inidilakukan. Kesulitan yang sering dihadapi dalam estimasi proyek software sangat berkaitan dengan sifat alami software khususnya kopleksitas dan invisibilitas (keabstrakan). Selain itu pengembangan software merupakan kegiatan yang lebih banyak dilakukan secara intensif oleh manusia sehingga tidak dapat diperlakukan secara mekanistik murni. Kesulitan-kesulitan lainya adalah Novel application of software, Changing technology, dan Lack of homogeneity of project experience

Dalam usaha estimasi sering menghadapi dua permasalahan yaitu over-estimates dan under-estimates. Barry Boehm, telah mengidentifikasi beberapa metode estimasi biaya dan usaha proyek pengembangan software, yaitu Model algoritmik, Analogi, Pendapat pakar, Parkinson, Top-down, dan Bottom-up.
Dalam penelitian ini metode yang dilakukan oleh peneliti adalah studi lapangan, studi kepustakaan, metodes survei, dan analisa dan pemodelan. Dan metode perancangan yang digunakan adalah perancangan tampilan layar, perancangan basis data, perancangan model sistem UML. Pendekatan model yang digunakan dalam menghitung besaran proyek adalah model function point (FP). Dibandingkan dengan pendekatan berbasis ukuran baris (LOC/Line Of Code), pendekatan FP lebih independen terhadap bahasa pemrograman sehingga bisa diterapkan pada jenis aplikasi yang berbeda baik aplikasi database yang non-procedural, sistem informasi berbasis web, maupun aplikasi penghitungan. Sedangkan Verifikasi terhadap validitas model yang dihasilkan diketahui dari sampel data yang masuk, tingkat kesalahan dalam regresi tingkat kesesuaian dengan model yang sudah ada.

Model yang dikembangkan dalam kajian ini meliputi model estimasi besaran usaha pengembangan proyek dengan pendekatan function point dan alat bantu berupa software untuk memasukkan nilai parameter function point tersebut dan menampilkan model yang dihasilkan. Untuk pembuatan model estimasi biaya dan usaha proyek pengembangan software pertama-tama dilakukan analisa parameter yang berpengaruh terhadap kedua variabel tersebut. Untuk menguji keterkaitan atau pengaruh dari variabel, digunakan perhitungan nilai korelasi dari setiap variabel yang di analisa. Diketahui bahwa nilai usaha (effort) proyek pengembangan software dipengaruhi oleh nilai besaran function point dan tingkat kompleksitas proyek software. Artinya semakin tinggi nilai function point dan tingkat kompleksitas proyek software akan membutuhkan effort yang semakin tinggi pula. Untuk menguji validitas model yang dibuat digunakan metode uji adjusted R2, standard deviasi estimasi dan prediksi pada tingkat L (Pred(L)). Dan Sistem yang dikembangkan dalam penelitian ini dirancang menggunakan pendekatan system berorientasi object. Proyek software hasil observasi menggunakan dana atau biaya penyelesaian proyek yang relatif kecil atau cenderung kecil jika dibandingkan dengan besaran ukuran software yang dikembangkan, hal ini menunjukan bahwa software house hasil observasi belum mengestimasi biaya pengembangan software secara real sesuai ukuran software. Model estimasi biaya pengembangan software yang diperoleh dari hasil observasi mempunyai bentuk model eksponensial, sedangkan model estimasi usaha modelnya cenderung berbentuk linier.
Maka Sistem estimasi biaya proyek dapat digunakan bagi para pengembang software (software developer), manajer proyek, dan staf IT lainnya. Sistem ini memungkinkan untuk melakukan estimasi suatu proyek secara kolaborasi baik dengan pengguna lain dari organisasi yang sama maupun dari luar organisasi.

Tuesday, June 19, 2007

KEGAGALAN PROJECT PENGEMBANGAN SOFTWARE (mk. RPL)

PERMASALAHAN
Para pakar software engineering (rekayasa perangkat lunak) sepakat bahwa requirements engineering adalah suatu pekerjaan yang sangat penting, terutama berdasarkan fakta bahwa kebanyakan kegagalan pengembangan software disebabkan karena adaya ketidakkonsistenan (inconsistent), ketidaklengkapan (incomplete), maupun ketidakbenaran (incorrect) dari requirements specification (spesifikasi kebutuhan). The Standish Group mencatat bahwa prosentase akumulatif kegagalan sebuah project pengembangan software sebagian besar disebabkan oleh masalah requirements dan spesifikasinya [Standish-94].

KASUS I
Didalam Pengembangan software SIM PNF nasional dan media belajar Pendidikan Non Formal yang dikembangkan BPPLSP Regional IV Surabaya, dari perkembangan yang ada menunjukkan bahwa tim pengembang mengalami kesulitan dalam hal:
1.Mendefinisikan kebutuhan (penterjemahan konten)
2.Penyelesaian software selalu melebihi / tidak sesuai jadwal dikarenakan keinginan Pj program lembaga berubah (faktor kebijakan, input dari konsultan lembaga)
3.Pada kesempatan review bersama antara tim pengembang dan Pj program lembaga, seringkali review dari pj program menjadikan masukan/editing yang diminta ternyata mengharuskan pengembang membongkar total.

HASIL EKSPLORASI KASUS I
Menurut IEEE Standard Glossary of Software Engineering Technology (IEEE Std 610.12-1990) [IEEE-610.12], requirement dapat diartikan :
1. Suatu kondisi atau kemampuan yang diperlukan oleh user untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan
2. Suatu kondisi atau kemampuan yang harus dipenuhi atau dimiliki oleh sistem atau komponen sistem untuk memenuhi kontrak, standard, spesifikasi atau dokumen formal lain
3. Gambaran yang terdokumentasi dari kondisi atau kemampuan yang disebut pada 1 dan 2

Secara umum jika kita pelajari ada perbedaan mendasar definisi formal dari terminologi yang berhubungan dengan orang-orang dalam requirements engineering [IEEE-610.12]:
• Customer: Orang atau orang-orang yang membayar produk dan biasanya (tidak selalu yang memutuskan requirements. Dalam konteks ini direkomendasikan bahwa customer dan supplier adalah anggota dari organisasi yang sama.
• Supplier: Orang atau orang-orang yang memproduksi produk untuk customer. Dalam konteks ini direkomendasikan bahwa customer dan supplier adalah anggota dari organisasi yang sama.
• User: Orang atau orang-orang yang mengoperasikan atau berinteraksi secara langsung dengan produk. User dan customer kadang bukanlah orang yang sama.

Menurut Pamela Zave [Zave-97], Requirements engineering adalah cabang dari software engineering yang mengurusi masalah yang berhubungan dengan tujuan (dunia nyata), fungsi, dan batasan-batasan pada sistem software. Termasuk hubungan faktor-faktor tersebut dalam menetapkan spesifikasi yang tepat dari suatu software, proses evolusinya baik berhubungan dengan masalah waktu maupun dengan software lain (dalam satu famili).

Dan pada Proses Requirements Engineering, hasil dari fase requirements engineering terdokumentasi dalam requirements specification. Requirements specification berisi kesepakatan bersama tentang permasalahan yang ingin dipecahkan antara pengembang dan customer (dalam hal ini Pj Program), dan merupakan titik start menuju proses berikutnya yaitu software design. Sistemisasi proses negosiasi pengembang dan customer dalam requirements engineering dibagi dalam 3 proses besar yaitu: elicitation, specification, validation and verification. Formula ini kemudian juga dikenal dengan nama The Three Dimensions of Requirements Engineering. Proses requirements engineering ini dilakukan secara iterasi dengan mengakomodasi adanya feedback dari customer (user).

Adapun Requirements Elicitation, merupakan proses mengumpulkan dan memahami requirements dari user. Kadang masalah yang muncul berakar dari gap masalah knowledge domain (perbedaan disiplin ilmu yang dimiliki). Pj Program lembaga (sebagai customer) adalah expert pada domain yang softwarenya ingin dikembangkan (domain specialist), dilain pihak sang pengembang (requirements analyst) adakalanya sama sekali buta terhadap knowledge domain tersebut, meskipun tentu memahami dengan benar bagaimana sebuah software harus dikembangkan. Gap knowledge domain tersebut yang diharapkan bisa diatasi dengan adanya interaksi terus menerus dan berulang (iterasi) antara pengembang dan customer. Proses interaksi tersebut kemudian dimodelkan menjadi beberapa teknik dan metodologi diantaranya adalah interviewing, brainstorming, prototyping, use case, dsb.

Setelah masalah berhasil dipahami, dilakukan Requirements Specificatio. Dimana pengembang mendeskripsikannya dalam bentuk spesifikasi dokumen. Spesifikasi ini berisi tentang fitur dan fungsi yang diinginkan oleh customer, dan sama sekali tidak membahas bagaimana metode pengembangannya. IEEE mengeluarkan standard untuk dokumen spesifikasi requirements yang terkenal dengan nama IEEE Recommended Practice for Software Requirements Specifications [IEEE-830]. Dokumen spesifikasi requirements bisa berisi functional requirements, performance requirements, external interface requirements, design constraints, maupun quality requirements.

Setelah spesifikasi requirements berhasil dibuat, perlu dilakukan dua usaha:
· Validation (validasi), yaitu proses untuk memastikan bahwa requirements yang benar sudah ditulis
· Verification (verifikasi), yaitu proses untuk memastikan bahwa requirements sudah ditulis dengan benar
Proses validasi dan verifikasi ini melibatkan customer (user) sebagai pihak yang menilai dan memberi feedback berhubungan dengan requirements.

Monday, June 11, 2007

Konvergensi Total Dengan Java

Ringkasan tulisan Frans Thamura (Pendiri Java User Group Indonesia)
Acara JavaONE 2007 yang berlangsung di Moscone Center, San Francisco, AS, memberikan agenda baru bagi siapa saja yang bergelut di dunia Java. Java merupakan simbol yang dibawa oleh Sun Microsystems sebagai sebuah platform untuk berkolaborasi menghasilkan sesuatu, di mana kepercayaan untuk mengubah dunia dengan inovasi sangat kencang. JavaFX menjadi teknologi baru dalam keluarga Java, yang mengutamakan interaktivitas, di antaranya dengan demo menggunakan telepon bergerak dengan sistem operasi Java, yaitu Savaje (yang baru diakuisisi Sun) serta Nokia N800. Hari pertama JavaONE 2007 sarat dengan unsur promosi pihak Sun Microsystems serta rekan-rekan Java mereka, membuat adopsi Java semakin kuat terutama di area embeded. Integrasi SmartCard dengan dotcom menandakan masuknya perangkat bergerak menjadi dotcom, artinya setiap manusia yang memegang perangkat bergerak adalah sebuah situs web. Integrasi perfilman dengan internet dan game di dalam Blu Ray memungkinkan sebuah paradigma baru dalam menonton film. Bluray dengan BluRau Java SDK-nya memungkinkan adanya content internet di dalam film serta melakukan interaksi dan multiplayer quiz. Stack Enterprise yang meninggalkan kesan integrasi yang banyak. Hal ini karena solusi enterprise telah menjadi backbone dari semua ini, yang berubahnya dari integrasi aplikasi menjadi integrasi komponen. Berubah menjadi sebuah solusi Live, yang mengintegrasikan semua sisi kehidupan manusia sehingga semua manusia di muka Bumi ini terhubung secara virtual dapat berinteraksi. Java, yang 12 tahun lalu diciptakan agar menjadi sebuah aplikasi untuk televisi, akhirnya mendapatkan momentumnya di JavaONE 2007, yang menyatakan bahwa teknologi Java yang diciptakan oleh tim James Gosling tidak berubah. Televisi yang kompatibel dengan JavaTV ini telah membuat perusahaan kabel, perhotelan, dan ruang keluarga berubah, dari yang semula hanya sebuah perangkat menonton menjadi sebuah media interaksi yang memungkinkan menggabungkan semua acara dalam saluran televisi, internet, dan permainan. Ini adalah sebuah panggung hiburan modern yang sama sekali baru. Ricoh berhasil membuat mesin fotokopinya berkolaborasi dengan perangkat bergerak, berubah menjadi virtual library yang dapat diakses, bukan hanya oleh PC dalam jaringan, tetapi oleh perangkat bergerak. Teknologi robot lainnya yang tidak kalah menarik adalah helikopter yang dikendalikan secara remote, dapat memetakan 3D, serta teknologi 3D Open Source dari Sun, yaitu Wonderland (versi Java dari game SecondLife), dan Darkstar (game server Open Source).
Arie punya rembug :
Progres yang demikian cepat dan pesat, sangatlah membuka kesempatan sekaligus peluang mengembangkan keahlian atau juga sangat potensial diambil sebagai lahan profesi baru. Disi lain penyiapan akan masyarakat akan pemanfaatan dan pengaruh teknologi juga harus segera dicari terobosan solusinya. Peran sistem juga perlu menjadi penyaring yang handal disamping control sosial masyarakat

Mencari dan Mengembangkan Konten Teknologi

Ringkasan tulisan Ir. Heru Sutadi, M.Si ( Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia)
Adanya Pergerakan Teknologi Komunikasi dan Informasi (TKI) narrow band (pita sempit) ke arah broad band (pita lebar), dan perkembangan 3G yang semakin marak, serta akan hadirnya teknologi 4G.
Maka belajar dari pengalaman negara yang terlebih dahulu mengimplementasikan peta lebar, diketahui bahwa konten mempunyai peran yang strategis. Tanpa konten yang menarik, menghibur, dan mendidik, maka sebuah infrastruktur yang dapat diibaratkan seperti tol berlajur banyak yang hanya dilalui oleh sebuah motor bebek (mubadir). Maka tidak hanya berdebat tentang adopsi teknologi 3G, WIMAX, NGN 46, jaringan public/private. Tetapi perlu gugatan konten, apakah yang akan diberikan kepada masyarakat agar masyarakat Indonesia menjadi cerdas yang tidak hanya menjadi korban hempaan teknologi. Serta masyarakat yang sejahtera sebagai ending.
Kondisi di Indonesia yang mengalami Pasang surut konten, disatu sisi saat ini instansi pusat sampai di daerah telah bisa diakses internet, yang artinya mengalami perkembangan dari kemampuan digital dan infrastrukturnya. Perkembangan konten TKI sendiri memiliki kondisi stak, lebih banyak meniru, seperti dalam konten televisi yang perputar pada konten mistik, gossip.
Pada akhirnya dapat menjadi killer application. Penguasaan asing dibeberapa operator, industri konten, sehingga dalam pasar persaingan lebih banyak dimenangkan oleh pihak yang memiliki dominasi lebih. Meski dilihat dari kualitas konten tidak dapat memberikan pencerahan terhadap pendidikan masyarakat. Apakah orang Indonesia tidak ada yang yang pintar membentuk konten yang bagus ?
Hambatan lain adalah kondisi masyarakat kita yang terbiasa dengan “biasa gratis” (Fakta bahwa TV sebagai tamu yang tidak diundang selalu hadir )sehingga kulitas konten yang ditawarkan juga akan diukur dengan kebiasaanya

Ariee punya rembug:
Peluang pasar dapat mengantarkan kita menangkap lahan yang sangat potensial untuk dikembangan dan ditekuni sebagai profesi ataupun sekedar hoby yang dapat memberikan hasil koin dan poin bagi individu, dan berpartisipasi dalam memberikan pencerahan di tengah masyarakat khususnya dalam kontribusi memajukan masyarakat.

Memperluas Kapasitas Penyimpanan Digital

Ringkasan tulisan Rene L Pattiradjawane (Kompas, Senin 4 Juni 200)
Dikatakan bahwa kemajuan Teknologi Komunikasi dan Informasi memang memiliki ciri yang tidak terbantahkan, semakin cepat kemampuan computer dan jaringan maka semakin banyak data yang ingin diserap. Premis ini berlaku dimana-mana dan pada suatu titik tertentu menimbulkan persoalan lain yang merupakan warisan yang tidak bisa dihindari akibat kemajuan tersebut maupun sebagai cermin prilaku kita sendiri menghadapi perkembangan pesat yang dinamis.
Masalah terjadi ketika semakin banyak data yang dikumpulkan para pengguna computer dan jaringan internet. Diawali dengan media penyimpanan berbentuk disket, yang hanya memiliki kapasitas penyimpanan berukuran kecil sehingga terjadi penumpukkan disket oleh pengguna. Kemudian dengan munculnya CD, flopy disk drive mulai menghilang. Tidak berlangsung lama, muncul DVD. Perkembangan media tersebut tidak lepas dari perkembangan hardisk, dari beberapa megabyte menjadi gigabyte. Tetapi dibutuhkannya media penyimpan lain dikarenakan ketidakpercayaan akibat banyak insiden data hilang karena Crash, corrupted file, atau virus.

Hitachi global storage perusahaan yang memproduksi Hardisk 1 terabyte. Harddisk ini tidak hanya berkemampuan menyimpan data saja tapi juga memiliki cache memory 32MB, yang memungkinkan penulisan dan pembacaan data lebih cepat, serta mengimplementasi Perpendicular Magnetic Recording (PMR) untuk memperbesar kapasitas.
Deskstar 7K1000 dengan kapasitas 1 juta MB setara dengan 13 buah HD kapasitas 80GB, atau setara dengan 330 ribu foto digital revolusi tinggi (3MB per foto).

Percepatan ini menandakan akan semakin cepat kita melihat kehadiran kapasitas penyimpanan ukuran terabyte, gambaran ini pernah terjadi ketika Seagate memproduksi HD 1GB pada tahun 90an. Hal ini juga seharusnya dibaca sebagai peluang untuk semakin bereksplore melihat perkembangan e-learning dan e-magazine.

Ariee punya rembug:
Bahwa komponen perkembangan memiliki aspek yang saling terkait antara individu dengan kemampuan dan kemauannya, dukungan dan partisipasi masyarakat yang mengapresiasi perkembangan dan kemajuan, serta dukungan sistem yang menjaga regulasi perkembangan berjalan menuju kebaikan bersama. Perkembangan ini akan menjadi peluang yang sangat hebat di seluruh lini jika peluang ini diserap oleh varian factor, baik untuk ekonomi, pendidikan, social, dan kepemerintahan.

Monday, June 4, 2007

Pendayagunaan Teknologi Informasi Dan Komunikasi Untuk Pengembangan Pendidikan Non Formal

ditulis by. Dwi Ari Noerharijanti,ST (NRP.5106201803)

Peran ICT di Dunia Pendidikan Non Formal
Inpres Nomor 6 tahun 2001 tentang Pengembangan Telematika (Teknologi, Telekomonikasi, Media, dan Informatika) atau ICT dan Deklarasi IGOS (Indonesia Go Open Source) yang telah ditandatangani pada tanggal 30 Juni 2004 oleh lima menteri (Menteri Riset dan Teknologi, Menteri Komunikasi dan Informasi, Menteri Pendayagunaan dan Aparatur Negara, Menteri Kehakiman dan HAM, dan Menteri Pendidikan Nasional) yang berarti ada kewajiban bagi pemerintah untuk mengupayakan adanya advokasi telematika dalam masyarakat dan penguatan infrastruktur telematika di lingkungan pendidikan dengan menggunakan Open Source Software.
Adalah ruang yang sangat luas bagi penanggung jawab sekaligus pelaku pendidikan untuk melakukan pengembangan “bertanggung jawab”, sebagai upaya reformasi pendidikan membangun masyarakat berbasis pengetahuan. Disadari bersama bahwa output pendidikan juga akan menjadi outcome sosial yang kembali pada masyarakatnya, maka untuk menjembatani kesenjangan mutu pendidikan dan teknologi, harus dimulai dari satuan-satuan pendidikan yang secara strategis merupakan wahana percepatan pendayagunaan ICT dalam proses pembelajaran, sehingga pada gilirannya setiap output akan merupakan bagian dari digital nerve.

Apakah peran-peran tersebut juga menjadi isu-isu penting dikalangan jajaran penentu kebijakan PNF?
Implikasi kebijakan yang diambil, warna program-program, dan realita pelaksanaan di lapangan sudah seharusnya juga mendukung penghantaran guliran ICT. Penyelenggaraan program-program PNF diharapkan mampu menjembatani kesenjangan teknologi pada masyarakat yang menjadi sasaran program.

Pendidikan Non Formal (PNF) dengan karakter yang begitu beragam dan luas, baik dari karakteristik warga belajar, sistem dan proses pembelajarannya serta kebermaknaanya di tengah masyarakat, juga dituntut mengambil peran sebagai wahana percepatan pendayagunaan ICT yang tentunya harus disesuaikan dengan karakteristik PNF. Pendayagunaan ICT dapat dimulai dari spektrum pendekatan teknologi dalam kehidupan warga belajar sampai memberikan peluang warga belajar untuk berperan sebagai entitas sistem ICT secara keseluruhan, bahkan setelah mereka kembali ke dalam komunitasnya. Spektrum itulah yang menjadi target dan ruang untuk mengantarkan pembelajaran sesuai dengan satuan-satuan pendidikan non formal.
Sampai saat ini payung kebijakan PNF mengacu pada kebijakan pendayagunaan teknologi komunikasi dan informasi (menggunakan media komunikasi massa yang diarahkan untuk memecahkan masalah pendidikan dan pengembangan SDM). Mengacu pada kebijakan tersebut, salah satu program pengembangan pendayagunaan teknologi komunikasi dan informasi yang dilaksanakan oleh Departemen Pendidikan Nasional adalah pengembangan sistem dan model pembelajaran. Namun untuk PNF, program tersebut baru sebatas pengembangan sistem dan model pembelajaran dengan siaran televisi.
Selain payung kebijakan, untuk meraih keberhasilan penerapan ICT, PNF harus melakukan pengembangan materi yang menyentuh esensi kebutuhan belajar sekaligus membawa muatan pendekatan ICT. Jadi tidaklah cukup sebatas operasional atau latihan penggunaan komputer. Dan pada tahap akhir, diarahkan pada persiapan pendidik, tenaga kependidikan dan penyediaan perangkat kerasnya..
Di dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Pasa 4 ayat (1), dikemukakan bahwa salah satu prinsip penyelenggaraan pendidikan adalah bahwa “pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa”.
Hal ini mengandung implikasi bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan harus meniadakan diskriminasi atau kesenjangan akses untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, baik yang diakibatkan oleh faktor-faktor lainnya yang terkait dengan kemampuan sistem pendidikan dalam penyelenggaraan proses pembelajaran, yang mencakup antara lain tuntutan kuantitas, kualitas dan kualifikasi pendidik, serta dukungan sarana dan prasana pendidikan, termasuk teknologi pendukung proses pembelajaran tepat guna.

Bagaimana dengan kondisi sasaran program PNF yang dikesankan selalu marginal dan tertinggal, yang diperparah dengan ketertinggalannya dalam penggunaan teknologi?

Maka upaya menjembatani kesenjangan teknologi melalui penggunaan ICT sebagai teknologi pendukung proses pembelajaran nampak identik dengan upaya untuk menjembatani kesenjangan mutu pendidikan, jika penggunaan ICT dalam proses pembelajaran berdampak pada pemerataan pendidikan yang bermutu. Apapun kondisi dan realitanya, maka perlu dipikirkan bagaimana mendekatkan ICT dalam kehidupan mereka. Sehingga akan menguatkan pribadinya untuk berkreasi, mengembangkan sikap inisiatif, mengembangkan kemampuan eksplorasi mandiri, dan mudah beradaptasi dengan perkembangan yang baru. Sehingga mampu melaksanakan dan menjalani aktifitas kehidupan sehari-hari secara mandiri dan lebih percaya diri.

Stigma bahwa peserta didik pada PNF identik dengan “kekurangan” sudah seharusnya mulai dikikis. Stigma ini menghambat kelancaran transformasi pengetahuan dan ICT khususnya, karena itu sebelum melangkah ke arah pengurangan kesenjangan teknologi bagi mereka sudah muncul sebuah sikap skeptis melalui sebuah pertanyaan “Apakah mereka mampu?”. Mayoritas warga belajar PNF selalu dicap sebagai orang yang tidak mampu dalam hal ekonomi dan kecerdasan, ini hal wajar, karena seringkali warga belajar PNF diperoleh dari limpahan atau terbuang dari pendidikan formal. “Kekurangan” yang disandang peserta didik PNF tidak dapat diasosiasikan dengan keterbelakangan. Misalnya pada kelompok belajar paket C, kondisi warga belajarnya cukup variatif, mereka memiliki kemandirian belajar meskipun mereka memiliki keterbatasan dalam kesempatan (waktu). Sebagian dari warga belajarnya sudah memiliki pekerjaan dan penghasilan.

Pembelajaran yang memanfaatkan ICT pada PNF, khususnya pada kejar paket C atau bahkan paket B akan mampu merangsang dan mengembangkan lebih jauh kemandirian seseorang dalam belajar. Belajar secara klasikal, tidak lagi menjadi andalan dalam pembelajaran. Keterbatasan waktu dan kesibukan dalam mencari uang, bukan lagi menjadi penghambat seseorang untuk memperoleh pendidikan. Belajar secara kelompok atau mandiri dengan memanfaatkan ICT menjadi alternatif yang patut diperhatikan, dengan demikian warga belajar lebih bisa memilih waktu dan menempatkan kemandiriannya untuk meraih keberhasilan.

Pada akhirnya, program-program PNF yang berbasiskan ICT perlu didukung strategi yang sistematis dan terprogram untuk membangun ICT Literacy pada PNF, sehingga mampu menjembatani kesenjangan teknologi dan informasi.